13 September 2010

Kisah Inspiratif 'cabin crew' saya -bag 2-

-sambungan cerita sebelumnya :Kisah Inspiratif 'cabin crew' -bag 1-
Ini kenanganku tentang para asisten atau pembantu rumah tanggaku (istilah trend nya 'cabin crew')
.....
tidak mudah memang mengurusi pembantu rumah tangga yang notabene adalah orang lain,

namun
saya punya pengalaman yang membanggakan hati,
tentang babysitter saya dari Magelang,

Kisah Inspiratif 'cabin crew' saya -bag 1-

-sambungan cerita sebelumnya : Cerita tentang 'cabin crew' saya-
Ini kenanganku tentang para asisten atau pembantu rumah tanggaku (istilah trend nya 'cabin crew')
.....
tidak mudah memang mengurusi pembantu rumah tangga yang notabene adalah orang lain,


tapi kalau memang pasrah, kadang kebenaran juga dapat terlihat
seperti saat saya memiliki pembantu rumah tangga yang sampai detik ini masih bekerja di rumah kami
dia adalah anak tukang lontong sayur yang mangkal depan gang rumah
dia tidak menginap, tetapi datang pagi dan pulang sore hari
si pembantu ini, dalam ilmu yang saya pelajari dapat digolongkan memiliki tingkat kecerdasan yang tergolong 'mampu latih'
tidak bisa membaca, apalagi berhitung...
repotnya, ambang pendengarannya rendah, tidak tuli tetapi suara yang berbisik tidak akan didengarnya

Cerita tentang 'cabin crew' saya

Ini kenanganku tentang para asisten atau pembantu rumah tanggaku (istilah trend nya 'cabin crew')

Ada pembantu rumah tangga yang di bawa bulik dari desa,
sampai di stasiun Jatinegara, dijemput subuh
sesampainya di rumah, kami tinggal untuk pergi ke kantor
Sore hari,
pulang kantor, pembantu sudah pergi....
kami hanya mendapati bulik yang uring-uringan sendiri karena tidak tahu juga kenapa pembantu yang dibawanya itu kabur

Ada lagi, pembantu yang dapet dari pakde yang kelebihan pembantu (pembantunya membawa banyak orang dari desa untuk kerja di Jakarta),
bulan pertama kerja, gajinya dibelikan handphone,
bulan kedua dia kerja, tagihan telpon kami yang biasanya rp. 200.000,- membengkak menjadi rp. 1.000.000,-
setelah diketahui, ternyata setiap hari dia telpon ke para pacarnya (ada yang di Batam ada yang di Serang), rutin itu dia lakukan setiap harinya sampai dia punya handphone baru
begitu diberitahu keadaannya dan hanya diminta jangan menggunakan telpon kalau tidak penting,
sorenya menghilang....
kata pembantu tetangga, dia pergi ke rumah pacarnya yang lain yang baru dikenalnya ketika membeli handphone baru itu

Lain lagi,
pembantu yang dikirim agen dari luar kota,
bekerja selama 1 minggu, saat saya mau ke pasar beli bahan masakan,
sembari bercanda saya tanya dia, mau titip apa?
harapan saya dia akan titip peralatan mandi atau kebersihan, seperti sabun, odol, sikat gigi atau apa lah
tapi dia menjawab "Tolong belikan bukunya Richard T. Kyosaki yang Poor Dad Rich Dad"
gubraggg......
saya memutuskan tidak jadi ke pasar dan lebih tertarik menginterview dia lebih lanjut...
akhirnya toh dalam hitungan hari berikutnya, dia keluar,
dijemput 'pembimbing'nya,
karena ternyata ke Jakarta menjadi pembantu adalah rencananya untuk gratis biaya transportasi menemui si'pembimbing'nya dalam bisnis MLM

Pernah, ada pembantu yang tergolong cantik
Laporan dari tetangga adalah
"Ibu, kalau ibu tinggal ke kantor, rumah ibu jadi tempat ngetem para tukang becak bu... Gang yang dulunya sepi, sekarang menjadi favorit para tukang becak lewat. Kalau lewat, rame sekali belnya dibunyikan"
yaaah apa boleh buat.... cantik adalah berkah bukan?
baru setelah kewalahan menerima rayuan, dan terjadi pertengkaran diantara para tukang becak itu, pembantu pun minta keluar

Belum lagi, cerita pembantu yang mengajak si Tengah putar-putar komplek saat sore
alasannya untuk menyuapi Tengah, biar habisnya cepat sayurnya bu... gitu katanya
tetapi yang terjadi adalah
si Tengah lebih sering pulang diantar tetangga atau saya yang ditelpon untuk menjemputnya karena jatuh ke got atau kotor main pasir
dan dengan tenangnya pembantu sampai rumah setelah maghrib kadang bahkan mendekati waktu sholat isya

tidak mudah memang mengurusi orang lain,
kadang dibelikan baju baru yang dipilihkan sepenuh hati, namun tidak dianggap oleh pembantu, dia tidak pernah memakai sama sekali baju pemberian itu

belum lagi kalau keluarga si pembantu ikut campur...
saya pernah punya pembantu rumah tangga yang rajin dan semangat kerja,
tetapi tanpa diduga dan sebenarnya si pembantu itupun tidak menghendaki, orang tuanya menjemputnya pulang
entahlah apa memang untuk membantu pekerjaan di rumah seperti alasan yang diungkapkan, atau dipekerjakan ke tempat lain dengan gaji yang lebih tinggi
tapi kesel juga kalau semena-mena harmonisasi keluarga diubah oleh orang lain

-dilanjutkan di: Kisah Inspiratif 'cabin crew' saya-

Berdamai dengan pembantu rumah tangga

Kata ayah saya, ketika usia perkawinan saya belum mencapai 10 tahun,
"Oooala nduk... kalau pembantu mu dikumpulin dari saat kamu berumah tangga bisa bikin desa baru"
menyindir keadaan saya yang tidak dapat mempertahankan pembantu rumah tangga seperti orang tua saya menjaga pembantunya.
Pembantu di rumah orang tua saya bisa tahan tahunan, keluar karena menikah
dan menikah betulan, bukan sekedar alasan untuk berhenti kerja saja, karena kadang setelah itu ia datang membawa suami/istri nya untuk diperkenalkan pada kami.

Tapi memang saya menjadi kecil hati jika harus bertanding seperti itu dengan orang tua saya,
mencoba melihat dan membandingkan...
(tentu dengan situasi yang 'gak mau kalah' juga sih...)
saya merasa gak fair, bapak saya menyindir saya seperti tadi...

Perbedaannya,
pembantu orang tua saya bekerja dengan keluarga yang memiliki anak yang sudah dewasa yang juga sudah bekerja,
sehingga uang tips dari saya dan adik-adik juga lumayan untuk tambahan gajinya
sedangkan alasan pembantu saya keluar kadang adalah
capek ngurus anak kecil,
yang saya juga tidak menyalahkan anak saya yang energetik banyak gerak banyak mau
yang kadang juga susah untuk disuapi makan sayur
yang tentu juga menjadi cucian lebih banyak karena aktifnya anak-anak saya bermain, coba bandingkan dengan baju kotor mereka yang sudah dewasa
belum lagi seterikaannya.....
apesnya.... tidak ada uang tips tambahan dari anak saya (sekolah saja belum lulus bagaimana punya gaji)
yang jelas, jauh kalah menarik sudah...
tentu kalau saya jadi pembantu rumah tangga juga akan memilih bekerja di rumah orang tua saya daripada di rumah keluarga muda dengan anak kecil dan banyak pula anaknya :)

Sudahlah... sudah terjadi
dulu waktu anak saya berusia di bawah lima tahun, sudah pasti setelah libur Lebaran, saya sibuk menelpon agen penyedia pembantu atau babysitter,
saya sibuk mengirimkan pesan dan memohon-mohon pada teman untuk memberikan satu pembantu yang lebih jika ada
kadang strategi di ubah,
sebelum libur Lebaran sudah mulai menawarkan paket-paket yang menarik agar pembantu atau babysitter saya pulang tepat waktu dan bekerja kembali dengan saya.
bukan kebiasaan yang aneh lagi, kalau setelah libur Lebaran, saya akan bekerja dengan membawa anak (untung Sulung sudah sekolah), gantian saja
diatur layaknya sistem kerja shift, hari ini Tengah ikut ibu, Bungsu titip Eyang; hari lain kebalikannya....
atau hari ini kerja, suami libur ngasuh 2 anak kecil sebagai gantinya hari berikutnya saya yang di rumah dengan 2 anak itu :p

Sekarang,
coping mechanism sudah berjalan dengan baik,
sistem mengelola stres terhadap ketiadaan pembantu yang berulang sertiap tahun, sudah berjalan
anak-anak sudah bisa diminta bantuannya untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga
tuntutan juga semakin fleksibel, kalau bisa masak ya makan di rumah,
kalau repot, ya beli atau minta tetangga memasakkan makanan (katering), atau makan di rumah Eyang (yang pembantunya relatif lebih bisa diandalkan)
cuci baju 2 hari sekali, bergantian dengan menyetrika
yang disetrika pun yang dianggap penting saja, baju kantor dan baju seragam
kalaupun kepepet, ya menyetrikanya malam sebelum dipakai keesokan harinya...
yang nyapu tidak ngepel, yang cuci piring tidak bertugas memasukkan peralatan makan itu ke dalam lemari,
yang sudah mencuci dan menjemur pakaian, tidak menyetrika...
intinya gantian saja....
gak pake marah, gak pake kesel...
gak tergantung pembantu
ikatan keluarga malah semakin erat

ternyata setelah diamati,
semakin tenang menghadapinya, semakin nyaman.... jauh dari stres
pembantu mudik tenang, kitanya juga nyaman
ujung-ujungnya malah pembantu tahan lama bekerja di rumah

jadi menurut saya,
hindari over atau under qualified person, ini masalah kesesuaian,
orang yang tepat di tempat yang tepat di saat yang tepat

asal niat kita baik, bukan suatu masalah yang besar kalau pembantu berganti-ganti
(kadang) bukan salah kita kalau pembantu berganti-ganti
seperti di dunia kerja dunia kantoran sajalah...
turn over tinggi bisa disebabkan banyak faktor, bisa memang ketidakcocokan atau persaingan,
tidak cocok tugasnya, tidak cocok relasi dengan atasan, tidak cocok dengan peraturan atau sistem yang berlaku dsb
juga mungkin paket yang ditawarkan diluar lebih menarik (basic salary, tunjangan, bonus, pembagian shu dsb)

ya walaupun perusahaan juga akan mencari dan meminimalkan bentuk turn over yang tinggi,
saya pun sebagai manager hrd di rumah, perlu berpikir mencari solusi strategis dan taktis untuk berdamai dengan pembantu rumah tangga
tapi yang utama, saya harus memberdayakan sumber daya yang ada di dalam rumah
dan tentu harus tenang.... cool

Bangga di hati bukan di kulkas

Si Tengah berkreasi dengan komputernya.
Sewaktu saya sampai rumah setelah menyetir di tengah kemacetan lalu intas yang bertubi-tubi, dia memberikan hasil karyanya.
Tersenyum, mata berbinar-binar,
berteriak dengan 'u' yang panjang khasnya "Ibuuuuuuuuu.... ini buat ibu"

kelelahanku sirna, tak ada lagi nyut-nyut di betis ini,
setulus hati aku puji dia,
hati ku meleleh.... terima kasih ya nak, sudah membuat ibu berarti

tanpa berpikir panjang, saya berjalan ke dapur, mengambil air minum, menempelkan hasil karya si Tengah di pintu kulkas.... seperti biasa yang saya lakukan ketika menempelkan resep yang akan saya coba suatu hari nanti...
lalu, mandi dan beristirahat depan televisi sambil membuka laptop

tak berapa lama, saya sudah asyik tenggelam bersama ketukan keyboard saya,
tidak dirasakan kehadirannya, namun tiba-tiba Tengah-ku berdiri di depanku, membawa hasil karyanya tadi
"jangan ditaruh di kulkas dong bu..."
tiada binar di matanya, senyum pun lenyap

aahhhh.... saya membuatnya hanya terlihat ketika saya membutuhkan, seperti tempelan resep di sana yang akan dilirik ketika akan membuatnya.
nyeesss... aliran hawa dingin menyelimuti jantung saya,
saya menyesal...

"maaf nak, maaf... sini ibu simpannya dalam hati ibu yang terdalam, karena ibu bangga sama kamu,
supaya selalu ada terpatri di dalam dada ibu, tidak hanya dilirik seperlunya, maafkan ibu ya"

15 June 2010

Hidup berdampingan dengan Remaja

Kedua orang tua Trilili (bukan nama sebenarnya) datang ke ruang konseling.
"Ibu, kami bingung menghadapi Trilili, kenapa sekarang dia banyak sekali membantah"
Sejak kapan pak, dia begitu
"Sejak masuk SMP ini. Aduh bu... dulu dia anak manis, sopan, patuh.
Sekarang kenapa susah sekali diatur. Kami pusing sekali.
Jangankan diskusi, mengingatkan untuk melakukan sesuatu yang baik, kami tidak didengarkan.
Padahal itu untuk kepentingannya peribadi, dia tidak mau peduli.
Meledak kepala kami bu. Segala cara sudah kami lakukan, tetap tidak berhasil"

Mulailah diskusi tentang anak usia pubertas dan remaja terjadi di ruang konseling.
Tampak sungguh, kegusaran dan kecemasan orang tua akan sikap anaknya.
"Kami takut bu. Kalau dikerasin, dia lari. Tapi kalau dibaikin, dia nglunjak.
Kami capek bu, menu sehari-hari adalah bertengkar bu. Diminta untuk mandi, makan apalagi disuruh belajar... wah seperti kita perang dunia ketiga aja,
pasti ujung-ujungnya saling berteriak dan diakhiri dengan anak kami membanting pintu kamar,
menutupnya dan menguncinya, dan kami kehilangan kontak dengan dia yang sedang ngambek itu"

Ya pak, bu... selamat datang, welcome to the club :)
Memang tidak mudah jika anggota keluarga kita ada yang remaja... butuh adaptasi.
Bukan saja si remaja tetapi anggota keluarga lainnya juga harus beradaptasi.
Dulu anak kita seperti suatu cerita di dalam buku, yang sudah diketahui bagaimana endingnya.
Mudah ditebak.
Jika merajuk, kita tahu apa yang akan membuatnya senang kembali.
Kita tahu kapan dia berbohong, kapan dia menyembunyikan nilai ulangannya yang buruk.
Sekarang?? Bagaimana mau membaca endingnya, akhir cerita... bab berikutnya pun tidak pasti.
Berangkat sekolah bernyanyi riang, pulang sekolah cemberut, marah, membanting pintu, menolak makan siang.... wah bagai bumi dan langit hanya dalam sekilas.
Dulu seperti berjalan di daerah pedesaan, tenang dan menyegarkan.
Sekarang??? Emosi teraduk-aduk, seperti perut mual jika naik roller coaster.
Turun naik tidak beraturan. Kadang menanjak menuju langit, tiba-tiba menukik tajam, turun dengan curamnya dan dalam waktu yang singkat.

"Addduuuuh bu, dengar penjelasan ibu saya tegang.
Makin terasa capek sekali hidup dengan Trilili. Apakah semua remaja seperti itu ibu? Apakah semua orang tua semenderita kami bu?"
Yaaaah memang masanya pak, bu, tapi tidak semua menjadi dirasakan berat, rumit dan menyusahkan.
Kita perlu untuk melaluinya memang....
"Addduuuuh bu, sampai kapan kira-kiranya penderitaan kami berhenti, minimal berkurang?"
(Hhhmmm....tampak sekali situasi ini sangat tidak nyaman untuk orang tua Trilili)
Kalau tidak ada kerjasama dan komunikasi yang baik, bisa bertahan lama...
ya tapi biasanya setelah SMA atau kuliah bisa berubah sih pak, bu.... asal orang tua dan si anak mengusahakannya bersama.
"Adddduuuuh bu... nunggu sampai dia SMA??? Waduh, paling tidak 5-6 tahun lagi ya bu.... addduuuuhhhh ibu lama sekali, apa kami kuat bertahan?"
Wah bapak ini lucu, dengan anak sendiri kok gak tahan? :)
(banyak sekali bapak ini beraduh-aduh... situasinya memang tidak tertahankan rupanya)
"Capek bu tiap hari tiada henti adu pendapat. Melelahkan. Dibaikin ngelunjak, gak sopan. Kalau njawab ya bu, gayanya... ck ck ck, sombong amet. Nantangin. Bikin tekanan darah tinggi saya naik. Mending sekalian dimarahin kan bu?"

Ada tips-tipsnya pak...
tapi sekarang pilihannya adalah
mau menikmati 'sisa waktu' yang 5-6 tahun ini karena setelah itu anak bapak lebih membuka lingkup sosialnya, dan ia kemungkinan besar akan lebih banyak bergaul berteman dan bicara dengan teman-temannya, anggaplah dia akan 'hilang' nantinya
ATAU
'hilang' dari sekarang.... Trilili tidak bercerita dan membuka diri pada bapak ibu

"Oooohhh begitu ya bu, kalau kami bersikap keras, bisa jadi dia tidak menganggap kami orang tuanya lagi ya bu... ya tentu sebenarnya kami sayang dengan dia.
Kami gak mau dia 'hilang' dari sekarang gara-gara di rumah seperti neraka.
Kalau bukan kami orang tuanya, siapa yang akan tahan dengan dia. Saya rasa dia juga berharap kami bertahan untuk dia ya bu.."

Kesadaran bahwa remajanya perlu didampingi mulai timbul, mengambil alih kecemasan dan rasa marah yang ada dan mulai menurunkan tingkat emosi kedua orang tua Trilili

"Jadi, apa tips nya....???"

Yuuuuk mari kita bicara sekarang.....

23 May 2010

PNS tidak menarik ???

Sulung ku akan mengunjungi sebuah Kelurahan untuk mengambil data kependudukan, dalam rangka tugas Geografi nya.
"Aku belum pernah bu ke kantor pemerintah. Deg-deg-an"
Kenapa ?
"Karena belum pernah masuk kantor bu, isinya kan orang kerja. Aku kan mau gangguin minta data sama mereka, jadi kan harus baik-baik kan?"

Berdandanlah dia melebihi kerapihan yang biasa sehari-hari ditampilkannya. Mungkin kalau tidak dikomentari, dia akan menggunakan dasi atau bahkan jas.
Ini tugas lapangan pertamanya di SMA.
Saking semangatnya.... dia datang lebih pagi dari karyawan di kantor itu.
Sabar sekali menunggu dilayani.
Jam-jam pertama duduk tenang di ruang tunggu, bahkan berjalan-jalanpun tidak dilakukannya karena takut menyinggung tuan rumah.
Jam-jam berlalu, mulai keringetan.
Mulai berani beranjak untuk menanyakan nasibnya.
'Diping-pong'
dan disuruh menunggu hingga tengah hari.
Masih sabar karena sangat membutuhkan data itu.
Tengah hari pu berlalu, karyawan berdatangan dari sholat Jumat...
masih belum dilayani... mulai cemas tapi pasrah setelah mendengar kata
"Sedang istirahat makan siang"

dan begini komentar polosnya, sesampainya di rumah,
"Kayaknya enak kerja jadi pegawai negeri ya bu?"
Kenapa memang?
"Kerjaannya baca koran dan maen games di komputer, kayaknya gak mikir berat-berat"
Itu sisi positifnya, tidak stres
"Ah aku gak mau bu jadi PNS kalau cuma gitu aja kerjaannya"
Eh jangan salah, banyak yang pengen jadi PNS lho...
"Kerjaannya bikin bete, boring. Apanya yang menarik?? Heran aja kalau banyak yang memperebutkan gitu. Malah bikin stres lho bu gak banyak kerjaan gitu, lama-lama ketinggalan juga akhirnya khan. Dimana asyiknya kalau gitu"

"Ah ngapain juga aku dandan rapi-rapi, dateng pagi-pagi, kalau diliat pun enggak sama mereka"


Selamat datang di dunia nyata nak....

PS:
data memang diberikan,
dilayaninya memang setelah mereka selesai jam istirahat makan siang
"Yang penting kita sabar, toh kebutuhan kita juga terpenuhi bukan?"
Sulung ku mengiyakan setengah hati.....:(

17 May 2010

They are rainbows on my magical journey of life


Perjalanan saya dengan si Bungsu sudah dimulai sejak dia having nightmare almost every night when she was 3 years old
dan di saat dia dianggap terlambat untuk berbicara,
lalu berkembang mendalam saat timbul masalah sosial.
Dimana Bungsu dilihat mengganggu oleh teman2 TKnya,
dijadikan pembicaraan sesama temannya dan orang tua murid,
diminta konsul dengan dokter anak dan neurolog dan psikolog (ibunya menjadi tidak mempan dalam hal ini...:p)
Dari yang diduga memiliki tingkat kecerdasan rendah, dan diminta ikhlas untuk tidak akan bersekolah di sekolah umum, dari terapi remedial yang rajin diikuti Bungsu,
dari rasa frustasinya menghadapi tuntutan sosial dan tuntutan akademik di sekolahnya,
dari penglihatannya yang bermasalah yang salah diagnosis dan sebagainya.........

seperti naik rollercoster... up and down sometimes jungkir balik....
Perjalanan yang cukup panjang, cukup melelahkan tapi cukup menantang

Menantang???? ya, menantang....
karena Bungsu membuktikan bukannya full of negativisme, tapi dia ceria, periang, semangat dan mandiri
karena dia tidak sendiri,
ada bapaknya yang tidak pernah menyerah,
ada mas Sulung nya dan mbak Tengah nya, yang menjadi selimut hati di rumah ini dikala Bungsu, bapak atau ibunya mengalami kebekuan...
karena ada eyang, om dan tante yang tidak berhenti menyemangati si Bungsu
karena ibunya Bungsu punya banyak teman yang care... yang memberikan saran yang hebat-hebat

Melihat usaha yang belum terganjar hal positif,
malah mulai ada kecenderungan sebagai bahan olok-olok...
rencana memindahkan Bungsu ke sekolah yang lebih tepat mulai dibicarakan,
tour de school dijalankan,
saran dari semua tante (banyak betul tante nya Bungsu:p) ditelusuri.
Dan berakhir di satu sekolahan yang mensyaratkan adanya tes kepribadian yang dengan halus kepala sekolahnya memberitahu bahwa ada sekolah lain yang psychological supportnya juga bagus,
perasaan ditolak mulai merambati kami sebagai orang tua,
ini yang disebut tekanan sosial... penerimaan sosial
dan perasaan tidak diterima makin terasa... :(
tapi menyadari bahwa benar,
tes kepribadian memang perlu dilakukan agar patokan bisa ditegakkan

oke, kalau memang kata neurolognya harus masuk SLB
dan saya ibunya harus tahu keadaan dan menerima dengan ikhlas
baiiiik... saya mencoba ikhlas
dan tetap perlu menegakkan patokannya dulu
apakah betul memang hal itu yang paling tepat dilakukan

Saya dan Bungsu pun menemui psikolog di klinik Kancil - Kemang,
namanya ibu Alzena Masykouri.....
yang memberi analisa kepribadian untuk Bungsu dan mau dengan detil memberitahu sekolah mana saja yang sebaiknya dituju

Saya dan Bungsu merasakan dukungan yang tak berhenti mengalir,
agar tetap optimis dan bertahan dalam proses yang tidak sederhana
Masa-masa ini adalah masa yang melelahkan karena kadang saya tidak tahu harus berbuat apa dan bertanya kemana,
jauh di dalam hati saya, saya tahu Bungsu pun berjuang,
saya seperti kehilangan akal bagaimana menjembatani dia dan lingkungan sosialnya
saya yakin Bungsu bisa,
permintaan saya adalah bisakah lingkungan tidak bergerak terlalu cepat,
tidak menuntut terlalu tinggi...
anak saya sedang berlari, please tunggu dia....
tapi saya juga paham, semuanya harus bergerak maju dan selalu ada tuntutan

Beruntunglah saya, di saat kritis,
di saat kepercayaan diri Bungu (dan juga saya sebagai ibunya) berada di titik terendah, ada banyak harapan diberikan...
ada banyak pelangi mendampingi perjalanan kami,
termasuk di dalamnya ibu Alzena Masykouri itu...

Sebagai bentuk ucapan terima kasih saya terhadap semua dukungan yang diberikan,
saya copy-kan surat saya kepada ibu Alzena (Nana) Masykouri,
yang ternyata melalui facebook baru tahu kalau adalah adik angkatan dulu saat kuliah di Bandung....
dan sama-sama masuk jejaring tukang 'masak' tukang bikin kue......
dunia terasa sempit,
sehingga relasi awal yang formal dan resmi, yang awalnya memanggil ibu di ruang konseling, akhirnya ibu Nana gak mau dipanggil ibu oleh saya, minta by her name saja, Nana
-aaah tapi 'ibu' Nana nya tetep manggil saya dengan embel-embel ibu....
gak adil, saya dibiarkan merasa tuwa...:( -

dunia menjadi terasa sempit namun hangat....

Semoga surat itu mewakili perasaan saya yang menjadi hangat karena teman-teman semua
surat saya untuk Nana, adalah perasaan bersyukur saya
saya perlihatkan sekarang,
sebagai bentuk rasa bersyukur saya dengan semua teman yang ada di sisi saya dan Bungsu melewati perjalanan ini
terima kasih tak terhingga...

sekarang Bungsu sekolah di kelas 2 di SD Kupu-Kupu, Jl. Kemang VII dalam no 14, Jakarta Selatan
suatu sekolah umum yang sifatnya active learning, dimana 1 kelas berisi kurleb 24 murid dengan 2 guru
(tolong perhatikan, kata-katanya... 'sekolah umum')

at here, a magical journey begin....

**********

Saya panggil Nana ya (aduh punten, kikuk juga...)
jadi setelah dapet hasil tes kepribadian itu, langsung minggu berikutnya ke Kupu-Kupu,
saya langsung sreg... tapi suami saya tidak,
karena sekolahnya belum ada kelulusannya jadi menurutnya kurang teruji...
tapi prioritas saya adalah kenyamanan Bungsu supaya berkembangnya lebih optimal
gak stres,
karena sudah banyak keluhan dari sekolah sebelumnya kalau Bungsu ketinggalan ini ketinggalan itu dan nilai2nya menurun
dan yang gak kalah repot temen2nya juga sudah teasing her, bilang "bego"lah...

Pas observasi di Kupu-Kupu (hari Kamis),
Bungsu sudah bilang "aku gak mau ibu, sekolahannya jelek (gak ada perosotannya:p)"
saat itu saya dan suami saya juga diinterview oleh Ketua Yayasan nya,
suami saya denger Bungsu bicara gitu seperti dapat angin "ya udah kayaknya gak usah di sini aja ya, kok gak kayak sekolahan"
ya saya bilang "baiklah... jalani hari ini dulu, nanti sepulangnya dari sini kita putuskan lagi"

Proses interview saya dan suami berjalan lancar,
observasi pada Bungsu saya tidak bisa pantau, karena dia mengikuti proses belajar selama sekitar 3 jam an,
Pulangnya di mobil, Bungsu bilang "mulai besok pindah sini aja ya bu, aku senang, gurunya baik, temennya baik"
suami saya bilang "nanti dulu ya... liat sekolah lain dulu"
tapi siang itu juga ternyata kepsek Kupu-Kupu -ibu Yanti- menelpon dan bicara panjang lebar dan minta mulai pindah besok
wah wah.... big decision ini...

baru Seninnya Bungsu bersekolah di Kupu-Kupu,
seperti sulap,
Bungsu ku yang nyebelin (hehehe..) mulai kelihatan cantik di mata saya...
berbinar-binar...
banyak bertanya...
lebih keras dengan pendapatnya
-positifnya, diskusi berjalan lebih panjang dengan dia sekarang-

Bungsu ku bilang... "ibu.. aku disapa kakak kelas, rasanya seneng sekali, kakak itu tahu namaku lho bu",
menjadi seseorang -being SOMEBODY- ternyata berdampak amat positif ya
seperti sulap,
tidak ada males2an lagi, semangat sekolah, semangat les, semangat untuk nanya ini nanya itu.... gairah hidupnya memancar...

Doa yang saya lafalkan hanya berharap ini pilihan yang tepat yang tidak disesali dikemudian...
saya akan sedih jika Bungsu tidak bisa berkembang nyaman dan optimal...

laporan dari gurunya dan kepala sekolahnya juga membuat saya ingin menangis,
ya Nana... karena dengan Bungsu belum pernah sebelumnya saya mendapat laporan yang meringankan hati :(
"baru kali ini ada anak di sini yang empatinya besar ibu... mana pernah anak baru bisa bilang ke temannya saat makan siang begini : "ayo kamu bisa, tinggal tiga suap lagi (sambil Bungsu mengacungkan tiga jari), pelan-pelan saja dikunyahnya, saya tungguin deh... habiskan yuk makanannya" padahal bu, Bungsu belum kenal dengan temannya itu.." kata bu Meira guru kelasnya

Dia ikut ekskul kuliner dan tae kwondo, pilihannya sendiri...
Karena memang dia lebih menonjol praktikalnya maka saya dukung saja,
terakhir karena memang selama ini tidak ada pelajaran musik dan dia tertinggal, oleh guru musiknya Bungsu diminta ekskul biola juga, dan anehnya Bungsu mau saja.....
sikapnya makin banyak yang positif Nana.... seperti sulap.....

terima kasih atas saran-sarannya....

Tuhan memang menjawab doa kami,
lewat Nana...
psikolog yang memberikan jawaban yang memang tepat pada kebutuhan kliennya

terima kasih Nana memberikan harapan
yang memintanyapun kami rasanya tidak pantas
karena sudah lama kami merasa lingkungan tidak berbelaskasih pada Bungsu
ini perjalanan panjang Bungsu...
untuk mengetahui bagaimana dia menjadi lebih baik,
pernah nyaris salah penanganan terhadap matanya yang pernah digambarkan tidak dapat melihat dengan jelas selamanya
pernah diminta masuk SLB karena dianggap memiliki keterbatasan
pernah diminta orang tua murid untuk keluar dari kegiatan tari karena dianggap mengganggu
pernah ditolak di sekolah tertentu malah direfer ke sekolah lain

terima kasih ya Nana
memberi penguatan pada saya
untuk tetap punya keyakinan pada Bungsu...

memang masih panjang perjalanan kami
mudah2an Nana masih bersedia menjadi pelangi buat Bungsu

this is real a long journey for my Bungsu...
thank you for being there
it's mean a lot for us
THANK YOU VERY VERY MUCH...

**********
dan ini jawaban dari ibu psikolog yang budiman itu...

Alzena Masykouri February 3 at 10:11am

*ngelap mata, beneran*

Subhanallah,, Alhamdulillah,, bu, semoga Bungsu bisa berkembang lebih baik ya,, bahagianya kalau Bungsu bisa menemukan potensi dirinya ya, Bu,, salam untuk dia, selamat senang2 di sekolah :)

**********

terima kasih
atas kasih yang sudah diberikan teman-teman selama ini pada saya juga Bungsu saya

you're my rainbow and still hope be mine in this magical journey of my life

God Bless You All,
salam dari Bungsu