Pukul 05.30 pagi kami berangkat, takut kena macetnya Jakarta dan tidak ingin membuat Sulung cemas.
Butuh ketenangan untuk suatu yang besar seperti mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri... saingannya banyak, semuanya ingin masuk di universitas negeri...
(aaah jadi ingat 26 tahun yang lalu..... jadi kangen Psikologi Unpad di Dago Pojok)
rasanya seperti piknik,
i nipersiapan saya menunggui si Sulung tes...ada permen asem (andalan saya banget), buku bacaan, buku resep cupcake, minum, tisu basah dan roti.... lengkap... kayak mau ngapain aja ya... :)
bayangkan, tesnya mulai pukul 10, kami berangkat subuh... tidak akan mengeluh, namun tentu harus mencari cara untuk nyaman karena selesainya pun setelah jam makan siang...
jadi dengan senang hati saya bawa bekal...
ternyata sesampainya di tempat itu, suasananya seperti apa ya.... gak kelihatan kalau ini hal serius, mau ujian dengan saingan yang banyak... tapi yaaa... begitulah
seperti ada bazaar gitu...
banyak orang berjualan, dari jus buah, bakso, hamburger, kebab, sate....
ya memang, ternyata banyak juga orang tua yang mengantar anaknya untuk mengikuti ujian dua hari itu 31 Mei dan 1 Juni 2011
ada ibu kenalan saya yang cuti kantor, ada seorang bapak yang akan masuk kantor setengah hari setelah mengantar anaknya ujian... entah bukti sayang atau bukti tingkat kecemasan hehe...
saya jadi ingat.... dulu saya tidak diantar bapak ibu saya... saya pergi sendiri naik angkutan umum menuju SMP 12 Kebayoran Baru tempat saya tes.... duluuuu..... ibu saya kan sibuk ngurus adik yang banyak dan mereka kan 'pecicilan' gitu (peace adik2ku... hehehe...)
Sulungku juga mau mandiri, tapi.... tapi saya dan suami sepakat merasa ada perlu untuk mengantarnya,
kebettulan memang tidak ada pekerjaan konseling, tidak ada proyek asesmen dan tidak ada pesanan cake.... saya antar saja lah
sembari berharap punya waktu yang berkualitas untuk berbincang dengannya, memberi semangat dan dukungan karena tampaknya dia belum yakin akan pilihannya
Fakultas Ekonomi Univ Indonesia dan Hubungan Internasional UGMpemilihannya lebih karena dia sangat ingin menjadi pebisnis di bidang sofware, game... ingin sering keluar negeri, mengglobal gitu... jadi pilihan setelah kita telusuri semua tes minat bakatnya paling masuk akal adalah Ekonomi dan HI
yang baru disadari kemudian.... kalau pilihan itu ternyata... adalah pilihan terfavorit untuk IPS *tepok jidat sadar kurang taktis*
hidup matinya sejak kecil adalah komputer dan game dan software yang dia pelajari sendiri dan dia nikmati prosesnya... yang menjadi hilang arah tujuan sejak dia harus masuk IPS
yang sedikit disesalinya karena sudah diberitahu sebelumnya untuk terus berusaha memacu diri karena masuk ke SMA yang baik, tapi rupanya dia lengah.... kebanggaan bisa masuk SMA Kanisius membuatnya sedikit membuyarkan fokusnya dan terbukti hasilnya tidak mencukupi untuk masuk IPA
banyak perbincangan dari tenang sampai menggebu-gebu, nada tinggi dan membentak-bentak, jengkel dan kesal... hanya merasa kurang adil baginya IPS sulit masuk fak IPA tetapi anak IPA lebih mudah masuk IPS
tugas saya sebagai ibunya adalah mencoba menanamkan bahwa ada kalanya kita harus fleksibel dan adaptif,
dimana bumi di pijak di situ langit dijunjung
karena memang yang berlaku begitu lah di sini
dan dia merasa teman-temannya di luar negeri memberitahu bahwa tidak ada IPA IPS kalau di sana... bahwa saya coba terangkan bukan dalam bentuk IPA IPS tetapi setahu saya di sekolah internasional yang saya pernah kunjungi, memberlakukan pilihan.... kalau mau belajar matematika lebih dalam ada kelasnya, semacam pilihanlah gitu... ya sama saja lah kira-kiranya dengan IPA IPS....
tapi yang namanya anak kecewa karena keinginannya terhambat... keras kepala lah bertahan dia dengan pendapatnya, bahwa di sini semuanya tidak adil..... halah...
itulah Sulung ku...
kalau sampai pada keputusan mau untuk mengambil fakultas Ekonomi ataupun Hubungan Internasional... itu perjuangan terus menerus untuk saya mencarikan data-data, karena apakah Teknik Informatika di Indonesia mau menerima jurusan dari IPS? kalaupun bisa dengan IPC.. saingannya tentu anak IPA yang 3 tahun secara lebih mendalam mempelajari hal eksak... peluangnya tipis bukan? maka saya berharap dia juga belajar hidup dengan mempunyai alternatif pilihan...
alternatif itu penting agar wawasan kita juga lebih terbuka... tidak sempit
so... ekonomi dan hubungan internasional then...
baiklah.... kerjakan sepenuh hati dan dengan totalitas ya nak...
biar ibu menunggu lama... tidak masalah...
ibu juga bisa baca-baca resep cupcake kan....
hati ibu mana yang tidak sedih ketika hari pertama itu selesai
dia keluar dan bilang "Matematikanya susah... soalnya 15, aku mengerjakan 3"
halah.... gubrag... yaaa kalau gini mah tanda-tanda deh..
lalu harus bagaimana bersikap saya?
"Ya sudah lupakan hari ini, siapkan untuk besok"
sepanjang perjalanan pulang, mulailah dia berkeluhkesah...
hatinya kecil...
maka saya harus meyakinkan dirinya,
"kamu kan sudah berusaha... ya apapun hasilnya, itu karena usahamu,
kalaupun belum berhasil... ya ayuuuk kita usaha lagi cari jalan lain..."
sedih juga lihat dia tatapannya kosong, berdecak tanda menyesal, garuk-garuk kepala yang saya yakin tidak gatal.... dia salah tingkah....
"Pokoknya le (tole), apapun hasilnya ibu tahu kamu sudah berusaha, jadi apapun hasilnya... ibu bangga sama kamu... sudah, sekarang kita siap untuk besok"
kadang dengan keadaan Sulung seperti ini, tidak banyak berbicara adalah lebih tepat
dianya sendiri sedang bingung, kalau saya terlalu banyak bicara, tentu nanti membuatnya hilang fokus tujuan.... jadi.... saya sentuh tangannya, saya tepuk halus... dan bilang "ayo kita siap untuk besok"
memang hidup itu dimana-mana ada persaingan
jadi memang harus siap...
tapi menikmatinya juga perlu... dan ini yang saya coba ajarkan pada si Sulung
nikmati setiap peluang yang tersedia...
setelah SNMPTN... baru dia mau untuk mendaftar ke universitas swasta
dia mau untuk mulai paham
sungguh paham, bahwa kita perlu bersaing
kita perlu taktis dalam menentukan langkah
bayangkan, berapa cm urat leher yang harus ditarik untuk meyakinkannya mengambil univ swasta juga... toh dia tidak mau
ya sudah... tugas saya mendukungnya, dia yang menjalankan
kalau toh akhirnya mau setelah orang lain mendapat tempat di univ swasta (yang sebagian besar sebagai cadangan) sehingga mereka bisa lebih tenang.... ya saya nikmati juga prosesnya...
walau mungkin Sulung tidak tahu betapa asam lambung saya sering bergolak memikirkan masa depannya... but anyway, i have to trust him.... so i have to support his choice
No comments:
Post a Comment