13 September 2010

Kisah Inspiratif 'cabin crew' saya -bag 2-

-sambungan cerita sebelumnya :Kisah Inspiratif 'cabin crew' -bag 1-
Ini kenanganku tentang para asisten atau pembantu rumah tanggaku (istilah trend nya 'cabin crew')
.....
tidak mudah memang mengurusi pembantu rumah tangga yang notabene adalah orang lain,

namun
saya punya pengalaman yang membanggakan hati,
tentang babysitter saya dari Magelang,

Kisah Inspiratif 'cabin crew' saya -bag 1-

-sambungan cerita sebelumnya : Cerita tentang 'cabin crew' saya-
Ini kenanganku tentang para asisten atau pembantu rumah tanggaku (istilah trend nya 'cabin crew')
.....
tidak mudah memang mengurusi pembantu rumah tangga yang notabene adalah orang lain,


tapi kalau memang pasrah, kadang kebenaran juga dapat terlihat
seperti saat saya memiliki pembantu rumah tangga yang sampai detik ini masih bekerja di rumah kami
dia adalah anak tukang lontong sayur yang mangkal depan gang rumah
dia tidak menginap, tetapi datang pagi dan pulang sore hari
si pembantu ini, dalam ilmu yang saya pelajari dapat digolongkan memiliki tingkat kecerdasan yang tergolong 'mampu latih'
tidak bisa membaca, apalagi berhitung...
repotnya, ambang pendengarannya rendah, tidak tuli tetapi suara yang berbisik tidak akan didengarnya

Cerita tentang 'cabin crew' saya

Ini kenanganku tentang para asisten atau pembantu rumah tanggaku (istilah trend nya 'cabin crew')

Ada pembantu rumah tangga yang di bawa bulik dari desa,
sampai di stasiun Jatinegara, dijemput subuh
sesampainya di rumah, kami tinggal untuk pergi ke kantor
Sore hari,
pulang kantor, pembantu sudah pergi....
kami hanya mendapati bulik yang uring-uringan sendiri karena tidak tahu juga kenapa pembantu yang dibawanya itu kabur

Ada lagi, pembantu yang dapet dari pakde yang kelebihan pembantu (pembantunya membawa banyak orang dari desa untuk kerja di Jakarta),
bulan pertama kerja, gajinya dibelikan handphone,
bulan kedua dia kerja, tagihan telpon kami yang biasanya rp. 200.000,- membengkak menjadi rp. 1.000.000,-
setelah diketahui, ternyata setiap hari dia telpon ke para pacarnya (ada yang di Batam ada yang di Serang), rutin itu dia lakukan setiap harinya sampai dia punya handphone baru
begitu diberitahu keadaannya dan hanya diminta jangan menggunakan telpon kalau tidak penting,
sorenya menghilang....
kata pembantu tetangga, dia pergi ke rumah pacarnya yang lain yang baru dikenalnya ketika membeli handphone baru itu

Lain lagi,
pembantu yang dikirim agen dari luar kota,
bekerja selama 1 minggu, saat saya mau ke pasar beli bahan masakan,
sembari bercanda saya tanya dia, mau titip apa?
harapan saya dia akan titip peralatan mandi atau kebersihan, seperti sabun, odol, sikat gigi atau apa lah
tapi dia menjawab "Tolong belikan bukunya Richard T. Kyosaki yang Poor Dad Rich Dad"
gubraggg......
saya memutuskan tidak jadi ke pasar dan lebih tertarik menginterview dia lebih lanjut...
akhirnya toh dalam hitungan hari berikutnya, dia keluar,
dijemput 'pembimbing'nya,
karena ternyata ke Jakarta menjadi pembantu adalah rencananya untuk gratis biaya transportasi menemui si'pembimbing'nya dalam bisnis MLM

Pernah, ada pembantu yang tergolong cantik
Laporan dari tetangga adalah
"Ibu, kalau ibu tinggal ke kantor, rumah ibu jadi tempat ngetem para tukang becak bu... Gang yang dulunya sepi, sekarang menjadi favorit para tukang becak lewat. Kalau lewat, rame sekali belnya dibunyikan"
yaaah apa boleh buat.... cantik adalah berkah bukan?
baru setelah kewalahan menerima rayuan, dan terjadi pertengkaran diantara para tukang becak itu, pembantu pun minta keluar

Belum lagi, cerita pembantu yang mengajak si Tengah putar-putar komplek saat sore
alasannya untuk menyuapi Tengah, biar habisnya cepat sayurnya bu... gitu katanya
tetapi yang terjadi adalah
si Tengah lebih sering pulang diantar tetangga atau saya yang ditelpon untuk menjemputnya karena jatuh ke got atau kotor main pasir
dan dengan tenangnya pembantu sampai rumah setelah maghrib kadang bahkan mendekati waktu sholat isya

tidak mudah memang mengurusi orang lain,
kadang dibelikan baju baru yang dipilihkan sepenuh hati, namun tidak dianggap oleh pembantu, dia tidak pernah memakai sama sekali baju pemberian itu

belum lagi kalau keluarga si pembantu ikut campur...
saya pernah punya pembantu rumah tangga yang rajin dan semangat kerja,
tetapi tanpa diduga dan sebenarnya si pembantu itupun tidak menghendaki, orang tuanya menjemputnya pulang
entahlah apa memang untuk membantu pekerjaan di rumah seperti alasan yang diungkapkan, atau dipekerjakan ke tempat lain dengan gaji yang lebih tinggi
tapi kesel juga kalau semena-mena harmonisasi keluarga diubah oleh orang lain

-dilanjutkan di: Kisah Inspiratif 'cabin crew' saya-

Berdamai dengan pembantu rumah tangga

Kata ayah saya, ketika usia perkawinan saya belum mencapai 10 tahun,
"Oooala nduk... kalau pembantu mu dikumpulin dari saat kamu berumah tangga bisa bikin desa baru"
menyindir keadaan saya yang tidak dapat mempertahankan pembantu rumah tangga seperti orang tua saya menjaga pembantunya.
Pembantu di rumah orang tua saya bisa tahan tahunan, keluar karena menikah
dan menikah betulan, bukan sekedar alasan untuk berhenti kerja saja, karena kadang setelah itu ia datang membawa suami/istri nya untuk diperkenalkan pada kami.

Tapi memang saya menjadi kecil hati jika harus bertanding seperti itu dengan orang tua saya,
mencoba melihat dan membandingkan...
(tentu dengan situasi yang 'gak mau kalah' juga sih...)
saya merasa gak fair, bapak saya menyindir saya seperti tadi...

Perbedaannya,
pembantu orang tua saya bekerja dengan keluarga yang memiliki anak yang sudah dewasa yang juga sudah bekerja,
sehingga uang tips dari saya dan adik-adik juga lumayan untuk tambahan gajinya
sedangkan alasan pembantu saya keluar kadang adalah
capek ngurus anak kecil,
yang saya juga tidak menyalahkan anak saya yang energetik banyak gerak banyak mau
yang kadang juga susah untuk disuapi makan sayur
yang tentu juga menjadi cucian lebih banyak karena aktifnya anak-anak saya bermain, coba bandingkan dengan baju kotor mereka yang sudah dewasa
belum lagi seterikaannya.....
apesnya.... tidak ada uang tips tambahan dari anak saya (sekolah saja belum lulus bagaimana punya gaji)
yang jelas, jauh kalah menarik sudah...
tentu kalau saya jadi pembantu rumah tangga juga akan memilih bekerja di rumah orang tua saya daripada di rumah keluarga muda dengan anak kecil dan banyak pula anaknya :)

Sudahlah... sudah terjadi
dulu waktu anak saya berusia di bawah lima tahun, sudah pasti setelah libur Lebaran, saya sibuk menelpon agen penyedia pembantu atau babysitter,
saya sibuk mengirimkan pesan dan memohon-mohon pada teman untuk memberikan satu pembantu yang lebih jika ada
kadang strategi di ubah,
sebelum libur Lebaran sudah mulai menawarkan paket-paket yang menarik agar pembantu atau babysitter saya pulang tepat waktu dan bekerja kembali dengan saya.
bukan kebiasaan yang aneh lagi, kalau setelah libur Lebaran, saya akan bekerja dengan membawa anak (untung Sulung sudah sekolah), gantian saja
diatur layaknya sistem kerja shift, hari ini Tengah ikut ibu, Bungsu titip Eyang; hari lain kebalikannya....
atau hari ini kerja, suami libur ngasuh 2 anak kecil sebagai gantinya hari berikutnya saya yang di rumah dengan 2 anak itu :p

Sekarang,
coping mechanism sudah berjalan dengan baik,
sistem mengelola stres terhadap ketiadaan pembantu yang berulang sertiap tahun, sudah berjalan
anak-anak sudah bisa diminta bantuannya untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga
tuntutan juga semakin fleksibel, kalau bisa masak ya makan di rumah,
kalau repot, ya beli atau minta tetangga memasakkan makanan (katering), atau makan di rumah Eyang (yang pembantunya relatif lebih bisa diandalkan)
cuci baju 2 hari sekali, bergantian dengan menyetrika
yang disetrika pun yang dianggap penting saja, baju kantor dan baju seragam
kalaupun kepepet, ya menyetrikanya malam sebelum dipakai keesokan harinya...
yang nyapu tidak ngepel, yang cuci piring tidak bertugas memasukkan peralatan makan itu ke dalam lemari,
yang sudah mencuci dan menjemur pakaian, tidak menyetrika...
intinya gantian saja....
gak pake marah, gak pake kesel...
gak tergantung pembantu
ikatan keluarga malah semakin erat

ternyata setelah diamati,
semakin tenang menghadapinya, semakin nyaman.... jauh dari stres
pembantu mudik tenang, kitanya juga nyaman
ujung-ujungnya malah pembantu tahan lama bekerja di rumah

jadi menurut saya,
hindari over atau under qualified person, ini masalah kesesuaian,
orang yang tepat di tempat yang tepat di saat yang tepat

asal niat kita baik, bukan suatu masalah yang besar kalau pembantu berganti-ganti
(kadang) bukan salah kita kalau pembantu berganti-ganti
seperti di dunia kerja dunia kantoran sajalah...
turn over tinggi bisa disebabkan banyak faktor, bisa memang ketidakcocokan atau persaingan,
tidak cocok tugasnya, tidak cocok relasi dengan atasan, tidak cocok dengan peraturan atau sistem yang berlaku dsb
juga mungkin paket yang ditawarkan diluar lebih menarik (basic salary, tunjangan, bonus, pembagian shu dsb)

ya walaupun perusahaan juga akan mencari dan meminimalkan bentuk turn over yang tinggi,
saya pun sebagai manager hrd di rumah, perlu berpikir mencari solusi strategis dan taktis untuk berdamai dengan pembantu rumah tangga
tapi yang utama, saya harus memberdayakan sumber daya yang ada di dalam rumah
dan tentu harus tenang.... cool

Bangga di hati bukan di kulkas

Si Tengah berkreasi dengan komputernya.
Sewaktu saya sampai rumah setelah menyetir di tengah kemacetan lalu intas yang bertubi-tubi, dia memberikan hasil karyanya.
Tersenyum, mata berbinar-binar,
berteriak dengan 'u' yang panjang khasnya "Ibuuuuuuuuu.... ini buat ibu"

kelelahanku sirna, tak ada lagi nyut-nyut di betis ini,
setulus hati aku puji dia,
hati ku meleleh.... terima kasih ya nak, sudah membuat ibu berarti

tanpa berpikir panjang, saya berjalan ke dapur, mengambil air minum, menempelkan hasil karya si Tengah di pintu kulkas.... seperti biasa yang saya lakukan ketika menempelkan resep yang akan saya coba suatu hari nanti...
lalu, mandi dan beristirahat depan televisi sambil membuka laptop

tak berapa lama, saya sudah asyik tenggelam bersama ketukan keyboard saya,
tidak dirasakan kehadirannya, namun tiba-tiba Tengah-ku berdiri di depanku, membawa hasil karyanya tadi
"jangan ditaruh di kulkas dong bu..."
tiada binar di matanya, senyum pun lenyap

aahhhh.... saya membuatnya hanya terlihat ketika saya membutuhkan, seperti tempelan resep di sana yang akan dilirik ketika akan membuatnya.
nyeesss... aliran hawa dingin menyelimuti jantung saya,
saya menyesal...

"maaf nak, maaf... sini ibu simpannya dalam hati ibu yang terdalam, karena ibu bangga sama kamu,
supaya selalu ada terpatri di dalam dada ibu, tidak hanya dilirik seperlunya, maafkan ibu ya"